SAAT-SAAT Hari
Raya Qurban (Idul Adha), para penginjil getol menyerang syariat qurban.
Seorang penginjil yang mengaku bernama Kalangi menulis artikel berjudul
“Syariat Qurban Di Hari Raya Haji, Kini Perlu Dipertanyakan Muslim” di
website http://www.###ring-islam.org.
Kalangi menuding umat Islam salah kaprah
merayakan hari Idul Qurban karena konsep qurban dalam Al-Qur’an tidak
jelas, sedangkan konsep Alkitab (Bibel) sangat jelas dan rasional.
Demikian kutipannya:
“Adakah dikatakan di dalam Alkitab
dan Al-Qur’an bahwa Ismael itu anak pengorbanan? Banyak Muslim belum
tahu, bahwa jawabannya adalah tidak ada! Alkitab menegaskan anak itu
adalah Ishak, Ishak, dan tak lain daripada Ishak! Sebaliknya Qur’an
ragu-ragu, dan hanya berkata dalam kekaburan bahwa anak itu adalah
“anak” Ibrahim. Kisah Ishak sebagai anak-pengorbanan telah
tertulis di Kitab Taurat 2600 tahun sebelum Muhammad dilahirkan. Semua
nabi-nabi Tuhan tahu bahwa Ishak itulah anak-yang ingin dikurbankan, tak
ada ceritanya sama sekali tentang Ismail yang “punah” dari sejarah.”
Kemudian
Penginjil Kalangi mengutip Al-Qur’an surat Ash-Shaffat 100-109 yang
menjelaskan asal-usul qurban. Menurut Kalangi, ayat-ayat Al-Qur’an
tersebut sama sekali tidak menyebutkan bahwa anak Nabi Ibrahim yang akan
dikurbankan adalah Ismail, demikian kutipannya:
“Apa yang dapat Anda lihat? Benar,
tak ada muncul nama “Ismail” di situ sebagai anak sembelihan. Kosong!
Dan di manapun di Qur’an, nama anak-pengurbanan itu dikosongkan oleh
Muhammad. Yang ada disebut cuma “sang anak”. Tentu hal semacam ini bukan
hal yang kebetulan, melainkan dengan sengaja atau terpaksa.”
Kesimpulan Penginjil Kalangi itu seratus
persen salah, akibat mengutip Al-Qur’an surat Ash-Shaffat tak utuh,
hanya sampai ayat ke-109. Seharusnya, jika mengkaji secara benar dan
fair, dia harus mengutip utuh hingga ayat 112.
Bila dibaca utuh ayat 100-112, terutama
dengan pemahaman kaidah bahasa yang benar, maka akan terasa betapa
indahnya sastra Al-Qur’an dalam mengisahkan keteguhan Nabiyullah Ibrahim
dan putranya Nabi Ismail. Keteguhan iman dua orang nabi ayah dan anak
yang diabadikan dalam syariat Idul Qurban.
Bacalah dengan teliti ayat 99-111,
dikisahkan tentang tahapan ujian Allah kepada Ibrahim untuk menyembelih
anak kandung yang shalih. Singkat kata, karena keikhlasan, kesabaran dan
kepatuhan Ibrahim kepada Allah sudah teruji, maka ketika hendak
disembelih, Allah menggantikannya dengan seekor sembelihan (kambing)
yang besar (bi dzibhin ‘adhim).
Memang, dalam kisah penyembelihan itu
sama sekali tidak disebutkan secara tekstual siapa nama anak shalih yang
hendak dikurbankan Nabi Ibrahim. Tapi jangan terburu-buru menyimpulkan
bahwa anak yang disembelih itu bukan Nabi Ismail. Semakin keliru pula
kesimpulan Penginjil Kalangi bila dari ayat-ayat ini disimpulkan bahwa
anak Ibrahim yang hendak dikurbankan adalah Ishaq. Bukankah dalam
ayat-ayat tersebut juga tidak terdapat nama Ishaq?
Setelah membaca ayat 100-111 yang
mengisahkan kronologis pengurbanan, teruskan membaca hingga ayat 112.
Setelah proses pengorbanan selesai dilakukan Nabi Ibrahim, surat
Ash-Shaffat 112 memberitakan kelahiran Nabi Ishaq.
“Dan Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran Ishaq seorang Nabi yang termasuk orang-orang yang saleh” (Qs As-Shaffat 112).
Jika Nabi Ishaq lahir setelah terjadinya
peristiwa penyembelihan, maka dapat disimpulkan secara otomatis anak
shalih yang hendak dikurbankan Ibrahim itu pastilah Nabi Ismail.
Mustahil Nabi Ibrahim mengorbankan Ishaq, karena saat prosesi qurban
dilakukan, Ishaq belum lahir.
Kesimpulan ini semakin jelas bila dibaca dalam nas Al-Qur’an dalam bahasa aslinya: “wa basy-syarnaahu bi ishaaqa nabiyyan minas-shalihin.” Huruf “wawu” dalam kata “wa basy-syarnaahu” (Dan Kami beri dia kabar gembira), dalam ilmu nahwu disebutwawu ‘athaf littartiibi bil-ittishaal, yaitu huruf wawu penghubung (conjunction) antara dua kalimat yang menunjukkan urutan kronologis dua peristiwa yang terjadi secara berurutan.
Sebuah hadits riwayat dari Al-Hakim dalam Al-Manaqibmeneguhkan kesimpulan ini. Rasulullah SAW bersabda: “Aku adalah keturunan dari dua orang bapak yang hampir disembelih” (ana ibnu adz-dzabiihain).
Dalam silsilah Rasulullah, dua orang yang hampir disembelih itu antara lain: pertama, Nabi Ismail yang hampir disembelih ayahandanya, Nabi Ibrahim. Kedua, Abdullah, ayahanda Nabi yang hampir disembelih karena adar jahiliyah.
Disebutkan dalam sejarah bahwa Abdul
Muthalib, kakek Rasulullah, pernah bernazar kalau diberi karunia 10 anak
laki-laki maka akan menyembelih satu sebagai qurban. Lalu jatuhlah
undian kepada Abdullah, ayah Rasulullah. Mendengar itu kaum Quraisy
melarangnya agar tidak diikuti generasi setelah mereka, akhirnya Abdul
Muthalib sepakat untuk menebusnya dengan 100 ekor onta.
Karena dua kisah inilah, maka suatu hari
seorang Baduy memanggil Rasulullah SAW, “Hai anak dua orang sembelihan”
beliau hanya tersenyum. Dua orang sembelihan itu adalah Ismail dan
Abdullah bin Abdul Muthalib.
Setelah puas menghina Al-Qur’an salah
kaprah dan tidak jelas dalam kisah Qurban, Penginjil Kalangi memuji-muji
Bibel sebagai kitab yang rasional dalam kisah qurban. Menurutnya, Bibel
secara tegas, jelas dan tidak ragu-ragu menyatakan dalam Kitab Kejadian
22:1-19 bahwa anak Abraham (Ibrahim) yang hendak dikurbankan adalah
Ishak, bukan Ismael. Kalangi menulis:
“Kita telah menyaksikan di atas
betapa buruk dan rancunya ‘wahyu’ Allah SWT (Al-Qur’an, pen.) ketika Ia
harus mewahyu-ulang apa-apa yang telah diturunkan dengan segenap
otoritas kedalam Taurat Musa, seperti yang termaktub dalam Alkitab 2600
tahun sebelumnya.
Simaklah Kitab Kejadian 22: 1-19.
Tampak betapa lancar, utuh, logis dan penuh otoritasnya pasal tersebut
sebagai buah Firman, ketimbang ayat-ayat Quran yang berantakan dalam
kisah “korban sembelihan.”
Baiklah, mari kita baca ayat-ayat Bibel tersebut dibaca dengan teliti. Pada ayat 22:2 tertulis sebagai berikut:
“Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak,
pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban
bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu” (Kejadian 22:2).
Atas dasar ayat inilah umat Kristen
mengklaim bahwa anak yang hendak dikorbankan Abraham adalah Ishak, bukan
Ismael. Benarkah kesimpulan ini? Mari kita kritisi!
Nama Ishak dalam Kejadian 22:2 yang
disebut sebagai “anak tunggal Abraham” itu patut dipertanyakan. Karena
fakta-fakta dalam Bibel menyebutkan bahwa Ismael dalam Alkitab berusia
lebih tua 14 tahun dibandingkan adiknya, Ishak. Karena Ismael dilahirkan
ketika Abraham berusia 86 tahun (Kej 16:16) dan Ishak dilahirkan ketika
Abraham berusia 100 tahun (Kej 21:5).
Secara otomatis, Ismael pernah jadi anak
tunggal Abraham selama 14 tahun. Sedangkan Ishak tidak pernah jadi anak
tunggal Abraham, karena sampai akhir hayat Abraham, Ismael dan Ishak
sama-sama masih hidup. Buktinya, mereka berdua bersama-sama menguburkan
Abraham ke pemakamannya di gua Makhpela di padang Efron bin Zohar (Kej.
25:9).
Jika faktanya Ismael pernah jadi anak
tunggal Abraham selama 14 tahun, sedangkan Ishak tidak pernah menjadi
anak tunggal Abraham, kenapa ada ayat yang menyebut Ishak sebagai anak
tunggal Abraham?
Jika Penginjil Kalangi ingin memaksakan
pendapatnya bahwa anak tunggal Abraham yang hendak dikurbankan adalah
Ishak, maka Bibel harus direvisi. Nama Ismail dalam Kej 16:16 harus
diganti menjadi Ishak, kemudian nama Ishak dalam Kej 25:9 harus diganti
dengan Ismael.
Jika Penginjil Kalangi ingin memaksakan
pendapatnya bahwa anak tunggal Abraham yang hendak dikurbankan adalah
Ishak, maka Bibel harus direvisi. Nama Ismail dalam Kej 16:16 harus
diganti menjadi Ishak, kemudian nama Ishak dalam Kej 25:9 harus diganti
dengan Ismael. Dengan demikian, tepatlah sebutan bahwa Ismael adalah
“anak tunggal Abraham.” Tentunya, harus diikuti dengan revisi banyak
ayat menyangkut tukar guling nama Ismael dan Ishak.
Untuk menutupi kekeliruan ayat tersebut,
Kalangi ngotot menyatakan Ishak sebagai anak tunggal Abraham karena
Ismael bukan anak sah Abraham, tapi anak rekayasa. Kalangi menulis sbb:
“Di mata Tuhan, Ia sendiri malahan
menetapkan Ishak sebagai anak tunggal, artinya satu-satunya anak
Abraham yang sejati!… Maka di hadapan Allah, Ismail bukanlah betul-betul
keturunan Abraham yang hakiki, melainkan seorang “anak-rekayasa”
kedagingan hasil akal-akalan Sara.”
Pernyataan ini justru menambah ruwet
masalah teologi kristiani. Soal status anak tunggal belum selesai, malah
ditambah dengan masalah baru tuduhan keji terhadap Siti Sarah sebagai
wanita licik yang pandai main rekayasa dan akal-akalan. Secara tidak
langsung pernyataan itu juga melecehkan Abraham sebagai suami tidak
cerdas yang mudah diakal-akali istrinya.
Berdasarkan Bibel sendiri, tidak benar
tuduhan penginjil bahwa Ismael adalah anak rekayasa yang tidak sah
sebagai anak tunggal Abraham. Kitab Kejadian 16:1-4 mengakui bahwa
Ismael lahir dari pernikahan resmi/sah antara Abraham dan Hagar atas
restu istri pertamanya, Sara.
Selain itu tak ada satu ayat pun dalam
Bibel yang menyebut Ismael sebagai anak rekayasa yang tidak sah.
Faktanya, Bibel sama sekali tidak membeda-bedakan antara Ismail dan
Ishak, keduanya sama-sama diakui sebagai putra sah Nabi Ibrahim.“Anak-anak Abraham ialah Ishak dan Ismael” (I Tawarikh 1:28).
Bila penginjil menuduh Ismael sebagai
anak rekayasa dan anak yang tidak sah dari Nabi Ibrahim, otomatis mereka
menghina Ibrahim sebagai nabi yang pernah mengalami kecelakaan iman
sehingga menurunkan anak rekayasa yang tidak sah.
Al-Qur’an membersihkan Nabiyullah Ibrahim
dari tuduhan keji penginjil ini, dengan menggaransi Ibrahim sebagai
nabi yang shalih (Al-’Ankabut 27) yang bergelar “Khalilullah”
(kesayangan Allah) dalam An-Nisa’ 125. Betapa hebatnya konsep Al-Qur’an!
[A. Ahmad Hizbullah MAG/voa-islam.com/suara-islam.com]