Kisah Muallaf

Kisah-kisah Muallaf bisa di buka di situs: http://mualaf.com/kisah-a-pengalaman



Penelitiannya tentang Mumi Firaun membawanya pada kebenaran Alquran.
Mummy
Mummy
Suatu hari di pertengahan tahun 1975, sebuah tawaran dari pemerintah Prancis datang kepada pemerintah Mesir. Negara Eropa tersebut menawarkan bantuan untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun. Tawaran tersebut disambut baik oleh Mesir. Setelah mendapat restu dari pemerintah Mesir, mumi Firaun tersebut kemudian digotong ke Prancis. Bahkan, pihak Prancis membuat pesta penyambutan kedatangan mumi Firaun dengan pesta yang sangat meriah.
Mumi itu pun dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis, yang selanjutnya dilakukan penelitian sekaligus mengungkap rahasia di baliknya oleh para ilmuwan terkemuka dan para pakar dokter bedah dan otopsi di Prancis. Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian mumi ini adalahProf. Dr. Maurice Bucaille.
Murice Bucaille
Murice Bucaille
Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L’Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology. Dan, pada 1973, ia ditunjuk menjadi dokter keluarga oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.
Tidak hanya anggota keluarga Raja Faisal yang menjadi pasiennya. Anggota keluarga Presiden Mesir kala itu, Anwar Sadat, diketahui juga termasuk dalam daftar pasien yang pernah menggunakan jasanya.
Namanya mulai terkenal ketika ia menulis buku tentang Bibel, Alquran, dan ilmu pengetahuan modern atau judul aslinya dalam bahasa Prancis yaitu La Bible, le Coran et la Science di tahun 1976.
Ketertarikan Bucaille terhadap Islam mulai muncul ketika secara intens dia mendalami kajian biologi dan hubungannya dengan beberapa doktrin agama. Karenanya, ketika datang kesempatan kepada Bucaille untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun, ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menguak misteri di balik penyebab kematian sang raja Mesir kuno tersebut.
Ternyata, hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet.
Penemuan tersebut masih menyisakan sebuah pertanyaan dalam kepala sang profesor. Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain, padahal dia dikeluarkan dari laut?
Prof Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya ini dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern, dengan judul aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.
Terkait dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang di antara rekannya membisikkan sesuatu di telinganya seraya berkata: ”Jangan tergesa-gesa karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”. Bucaille awalnya mengingkari kabar ini dengan keras sekaligus menganggapnya mustahil.
Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.
Hingga salah seorang di antara mereka berkata bahwa Alquran yang diyakini umat Islam telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan kemudian diselamatkannya mayatnya.
Ungkapan itu makin membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan sekitar tahun 1898 M, sementara Alquran telah ada ribuan tahun sebelumnya.
Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut. Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa Alquran–kitab suci umat Islam–telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu.
Sementara itu, dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Firaun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Firaun. Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan hal itu.
Ia berkata pada dirinya sendiri. ‘‘Apakah masuk akal mumi di depanku ini adalah Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran diturunkan?”
Prof Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan: ”Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di antara mereka”.
Kemudian dia membandingkan dengan Injil. Ternyata, Injil juga tidak membicarakan tentang diselamatkannya jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu, ia semakin bingung.
Berikrar Islam
Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, tidak ada keputusan yang mengembirakannya, tidak ada pikiran yang membuatnya tenang semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya tersebut, yakni kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.
Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut.
Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang artinya: ”Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).
Ayat ini sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang hadir seraya menyeru dengan lantang: ”Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini”.
Ia pun kembali ke Prancis dengan wajah baru, berbeda dengan wajah pada saat dia pergi dulu. Sejak memeluk Islam, ia menghabiskan waktunya untuk meneliti tingkat kesesuaian hakikat ilmiah dan penemuan-penemuan modern dengan Alquran, serta mencari satu pertentangan ilmiah yang dibicarakan Alquran.
Semua hasil penelitiannya tersebut kemudian ia bukukan dengan judul Bibel, Alquran dan Ilmu Pengetahuan Modern, judul asli dalam bahasa Prancis, La Bible, le Coran et la Science. Buku yang dirilis tahun 1976 ini menjadi best-seller internasional (laris) di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia.
Karyanya ini menerangkan bahwa Alquran sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan sains, sedangkan Al-Kitab atau Bibel tidak demikian. Bucaille dalam bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan penurunannya diragukan.
Download La Bible, le Coran et la Science Bahasa Indonesia :
La Bible, Le Coran et la Science
La Bible, Le Coran et la Science
Referensi :
SyiarIslam
dia/sya/berbagai sumber



Rahmat Purnomo mantan pendeta : Ujung Pencarian memperoleh Rahmat Islam

Ia adalah seorang laki-laki keturunan, sang ayah Holandia dan ibu Indonesia dari Kota Ambon yang terletak di pulau kecil di ujung timur kepulauan Indonesia. Kristen adalah agama yang diwariskan keluarganya dari bapak dan kakeknya. Kakeknya adalah seorang yang punya kedudukan tinggi pada agama kristen yang bermadzhab protestan, bapaknya juga demikian, namun ia bermadzhab Pantikosta. Sedangkan ibunya sebagai pengajar injil untuk kaum wanita, adapun dia sendiri juga punya kedudukan dan sebagai ketua bidang dakwah di sebuah Gereja Bethel Injil Sabino.

Tidak terbetik dalam hatiku walau sedikit pun untuk menjadi seorang muslim, sebab sejak kecil aku mendapatkan pelajaran dari orang tuaku yang selalu mengatakan padaku bahwa Muhammad adalah seorang laki-laki badui, tidak punya ilmu, tak dapat membaca dan menulis.

Bahkan lebih dari itu, aku telah membaca buku Profesor Doktor Ricolady, seorang nasrani dari Prancis bahwa Muhammad itu seorang dajjal yang tinggal di tempat kesembilan dari neraka. Demikianlah kedustaan itu dibuat untuk menjatuhkan pribadi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, sejak itulah tertanam pada diriku pemikiran salah yang mendorongku untuk menolak Islam dan menjadikannya sebagai agama.

Pada suatu hari pimpinan gereja mengutusku untuk berdakwah selama tiga hari tiga malam di Kecamatan Dairi, letaknya cukup jauh dari ibu kota Medan yang terletak di sebelah selatan pulau Sumatra Indonesia. Setelah selesai, aku hendak menemui penanggung jawab gereja di tempat itu. Tiba-tiba seorang laki-laki muncul di hadapanku, lalu bertanya dengan pertanyaan aneh, “Engkau telah mengatakan bahwa Isa Al-Masih adalah tuhan, mana dalilmu tentang ketuhanannya?” Aku menjawab, “Baik ada dalil ataupun tidak, perkara ini tidak penting bagimu, jika kamu mau beriman berimanlah, jika tidak kufurlah.”

Namun, ketika aku pulang ke rumah, suara laki-laki itu mengganggu pikiranku dan selalu terngiang-ngiang di telingaku, mendorongku untuk melihat Kitab Injil mencari jawaban yang benar dari pertanyaannya. Telah diketahui bahwa di sana ada empat kitab Injil yang berbeda-beda, salah satunya MATHIUS, yang lainnya MARKUS, yang ketiga LUKAS, dan yang keempat YOHANNES, semuanya buatan manusia. Ini aneh sekali, aku bertanya-tanya pada diriku, “Apakah Al Qur’an dengan nuskhoh yang berbeda-beda juga buatan manusia?” Aku mendapatkan jawaban yang tak bisa lari darinya yakni dengan pasti, “Bukan!”

Aku mempelajari keempat Injil tersebut, lalu apa yang kudapatkan? Injil MATHIUS berbicara apa tentang Al-Masih Isa ‘alaihis salam? Kami membaca di dalamnya sebagai berikut, “Sesungguhnya Isa Al-Masih bernasab kepada Ibrohim dan kepada Daud…” (1-1), lalu kalau begitu siapa Isa? Bukankah ia anak manusia? Ya, kalau begitu dia manusia. Injil LUKAS berkata, “Dialah yang merajai atas rumah Ya’kub untuk selama-lamanya. Kerajaannya tidak akan berakhir.” (1-33). Dan Injil MARKUS berkata, “Inilah silsilah yang menasabkan Isa Al Masih anak Allah.” (1). Dan yang terakhir injil YOHANNES berbicara apa tentang Isa Al Masih? Ia berkata, “Pada awalnya ia adalah kalimat, dan kalimat itu di sisi Allah, maka kalimat itu adalah Allah.” (1:1). Makna dari nash ini dia pada awalnya adalah Al-Masih dan Al-Masih di sisi Allah, maka Al-Masih adalah Allah.

Aku bertanya pada diriku, “Berarti di sana ada perbedaan yang jelas pada empat kitab ini seputar dzat Isa ‘alaihis salam, apakah ia manusia ataukah anak Allah ataukah Raja ataukah Allah? Hal itu telah menyulitkanku dan aku belum menemukan jawabannya. Di sini aku ingin bertanya kepada teman-temanku orang-orang kristen, “Apakah didapatkan dalam Al-Qur’an pertentangan antara satu ayat dengan yang lainnya?” Pasti tidak! Kenapa? Karena Al-Qur’an datang dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala, adapun Injil-injil ini hanyalah buatan manusia. Kalian tahu dan tidak ragu kalau Isa ‘alaihis salam sepanjang hidupnya berdakwah kepada Allah di sana-sini, kita patut bertanya: apa landasan awal yang dida’wahkan oleh Isa ‘alaihis salam?

Ini Injil MARKUS berkata, “Seseorang datang dari Al Katbah, ia mendengar mereka berbincang-bincang, ketika terlihat bahwa ia adalah (Al-Masih) mereka menerimanya dengan baik, menanyainya tentang ayat wasiat pertama? Ia menjawab sambil berjalan: Sesungguhnya wasiat yang pertama ialah ‘Dengarkan wahai Bani Israil! Rabb Tuhan kita adalah Rabb yang Esa.’” (12: 28-29). Inilah pengakuan yang jelas dari Isa ‘alaihis salam, jadi kalau Isa telah mengaku bahwa Allah adalah Tuhan yang Esa/Satu, maka siapakah Isa kalau begitu? Jika Isa adalah Allah juga, maka takkan pernah ada keesaan bagi Allah. Bukankah begitu?

Kemudian, aku lanjutkan pencarianku dan aku temukan pada Injil YOHANNES nash-nash yang menunjukkan doa dan ketundukan Isa Al-Masih ‘alaihis salam kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Aku bertanya pada diriku: Jika sekiranya Isa adalah Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, lalu apakah ia membutuhkan kepada ketundukan dan doa? Tentu tidak! Oleh karena itu, Isa bukan tuhan tetapi dia adalah makhluk seperti kita. Simaklah bersamaku doa yang terdapat dalam injil YOHANNES, inilah nash doanya: “Inilah kehidupan yang abadi agar mengetahui bahwa Engkaulah Tuhan yang hakiki, dan berjalanlah Al-Masih yang Engkau telah mengutusnya, aku pekerjamu di bumi, amal yang Engkau telah berikan padaku ialah amalan yang aku telah menyempurnakannya.” (17-3-4). Ini do’a yang panjang, yang akhirnya berkata, “Wahai Rabbul Baar, sesungguhnya alam tidak mengenalMu, adapun aku mengenalMu dan mereka telah mengetahui bahwa Engkau telah mengutusku dan Engkau telah mengenalkan mereka akan namaMu dan aku akan mengenalkan mereka agar pada mereka ada kecintaan seperti Engkau telah mencintaiku.” (17-25-26).

Doa ini menggambarkan pengakuan Isa ‘alaihis salam bahwa Allah Dialah Yang Maha Esa dan Isa adalah utusan Allah yang diutus pada kaum tertentu, bukan pada seluruh manusia, siapakah kaumnya itu? Kita baca dalam Injil MATHIUS (15:24) di mana ia berkata, “Aku tidak diutus, melainkan pada kaum di rumah Isra’il yang sasar.” Kalau demikian, jika kita gabungkan pengakuan-pengakuannya ini dengan yang lainnya, sangat mungkin untuk kita katakan bahwa, “Allah adalah Tuhan Yang Esa dan Isa adalah utusan Allah kepada Bani Isroil.” Kemudian kulanjutkan pencarianku, maka aku teringat saat aku sholat aku selalu membaca kalimat berikut: (Allah Bapak, Allah Anak, Allah Roh Qudus, tiga dalam satu). Aku berkata pada diriku: Perkara yang sangat aneh! Kalau kita bertanya pada siswa kelas satu sekolah dasar “1 + 1 + 1 = 3 ?” Pasti akan menjawab “ya”. Kemudian, jika kita katakan padanya, “Akan tetapi 3 juga = 1?” Tentu dia takkan menyepakati hal itu, sebab di sana terdapat pertentangan yang jelas pada apa yang kami ucapkan, karena Isa ‘alaihis salam berkata dalam Injil seperti yang kami lihat bahwa Allah Esa tidak ada serikat baginya.

Telah terjadi pertentangan kuat antara aqidah yang menancap di jiwaku sejak kecil, yakni: tiga dalam satu, dengan apa yang diakui Isa Al-Masih sendiri dalam kitab-kitab injil yang ada di tengah-tengah kita sekarang bahwa sesungguhnya Allah itu satu tidak ada serikat baginya. Mana dari keduanya yang paling benar? Belum ada usahaku untuk mengikrarkannya waktu itu, namun yang benar dikatakan bahwa sesungguhnya Allah itu Esa/satu. Kemudian, aku cari lagi dari kitab injil dari awal, barangkali aku temukan apa yang kuinginkan. Sungguh telah kutemukan dalam pencarianku nash berikut ini: “Ingatlah wali-wali sejak dulu, karena sesungguhnya Aku adalah Allah, sedang yang lainnya bukan tuhan dan tak ada yang menyerupaiku.” (46: 9).

Sungguh perkara yang menakjubkan saat aku berpegang teguh dengan Islam, aku mendapatkan dalam surat Al-Ikhlash firman Allah Ta’ala, “Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Katakanlah Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung padaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” Ya, selama kalam itu adalah kalam Allah, maka tidak akan berbeda di manapun didapatkannya. Inilah pelajaran pertama pada agamaku masihiyyah yang dulu, dengan demikian “tiga dalam satu” tidak ada keberadaannya dalam jiwaku.

Adapun pelajaran kedua dalam agama masihiyyah bahwa di sana ada yang disebut dengan warisan dosa atau kesalahan awal, maksudnya ialah bahwa dosa yang diperbuat Adam ‘alaihis salam ketika memakan buah yang diharamkan dari pohon yang berada di surga, pasti seluruh anak manusia akan mewarisi dosa ini. Sekalipun janin yang berada dalam rahim ibu akan menanggung dosa ini dan akan lahir dalam keadaan berdosa. Apakah ini benar atau salah? Aku cari tentang kebenaran hal tersebut. Aku merujuk pada Perjanjian Lama, di tengah pencarianku, aku menemukan pada hizqiyal sebagai berikut, “Seorang anak tidak menanggung dari dosa seorang bapak. Seorang bapak tidak menanggung dari dosa seorang anak …” (hizqiyal: 18: 20-21).


Barangkali yang cocok untuk kami sebutkan di sini apa yang dikatakan Al-Qur’anul Karim pada masalah ini, “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain …” Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitroh, kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi atau menjadikannya Nashrani atau menjadikannya Majusi.” Inilah dia kaidah dalam Islam dan menyepakatinya apa yang ada/datang dalam injil, lalu bagaimana bisa dikatakan bahwa kesalahan Adam akan berpindah dari satu generasi ke generasi lainnya, dan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa?

Aku melanjutkan pencarianku tentang beberapa hal yang berkaitan dengan keyakinan, pada suatu hari kuletakkan Injil dan Al-Quran di depanku, kutujukan pertanyaan pada Injil, “Apa yang engkau ketahui tentang Muhammad?” Jawabannya: tidak ada, karena nama Muhammad tidak terdapat dalam Injil. Kemudian kutujukan pertanyaan berikutnya pada Isa seperti Al-Quran telah bercerita tentangnya, “Wahai Isa ibnu Maryam, apa yang engkau ketahui tentang Muhammad?” Jawabannya: sungguh Al Quran telah menyebutkan perkara yang tidak ada keraguan sedikit pun bahwa seorang Rasul yang pasti akan datang setelahku namanya adalah Ahmad. Allah berfirman atas lisan Isa ‘alaihis salam, “Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata: Hai bani Isroil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku yaitu Taurot dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku yang namanya Ahmad (Muhammad), maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata.” (QS Ash Shaff: 6). Lihatlah! Mana yang benar?!

Di sana ada satu Injil, yakni Injil BARNABAS, berbeda dengan empat Injil yang telah kusebutkan sebelumnya, namun sayang para pemuka-pemuka agamanya (Nashrani) mengharamkan pengikutnya untuk mentelaahnya. Tahukah kenapa? Yang paling benar ialah karena inilah satu-satunya Injil yang memuat kabar gembira tentang Muhammad, di dalamnya terdapat beberapa tambahan dan penyimpangan yang sangat, seperti halnya tedapat pula kenyataan yang sesuai dengan apa yang ada dalam Al Quran Al Karim. Dalam Injil Barnabas (Ishaah: 163), “Waktu itu para murid bertanya kepada Al Masih: Wahai guru! Siapa yang akan datang sesudahmu? Al Masih menjawab dengan senang dan gembira: Muhammad utusan Allah pasti akan datang sesudahku bagaikan awan putih akan menaungi orang-orang yang beriman seluruhnya.”

Kemudian, kubaca lagi ayat lainnya dari Injil Barnabas yakni ucapannya pada (Ishaah: 72), “Waktu itu seorang murid bertanya kepada Al-Masih: Wahai guru! Saat Muhammad datang apa tanda-tandanya hingga kami mengenalnya? Al-Masih menjawab: Muhammad tidak akan datang pada masa kita, tetapi akan datang setelah seratus tahun kemudian ketika Injil diubah (direkayasa) dan orang-orang yang beriman kala itu jumlah mereka tidak sampai tiga puluh orang, maka ketika itu Allah subhanahu wa ta’ala akan mengutus penutup para Nabi dan Rasul-rasul, yaitu Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Telah disebutkan berulang-ulang yang demikian itu dalam Injil Barnabas, aku telah menghitungnya dan kudapatkan sebanyak empat puluh lima ayat menyebutkan tentang Muhammad. Aku sebutkan dua ayat di atas di antaranya sebagai satu bukti.

Setelah ini semua, aku berazzam untuk keluar dari gereja dan tidak akan pernah pergi lagi padanya, saat ini tidak ada di hadapanku, kecuali Islam. (Lihat kitab ‘Uluwul Himmah, karya Muhammad Ahmad Ismail Al-Muqoddim).

Para pembaca rahimakumullah demikianlah Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat bagi semesta alam, menuntut kita selaku para pemeluknya untuk bersyukur. Allah berfirman, “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu, dan Dia tidak meridhoi kekafiran bagi hamba-Nya, dan jika kamu bersyukur niscaya Dia meridhoi kesyukuranmu itu, dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan di (dada)mu.” (QS Az Zumar: 7).

Di sini ada beberapa hal yang perlu untuk kita perhatikan, wallahul haadi ila sabilir rosyad.

Pertama: manusia itu satu umat, memeluk agama yang satu. Allah berfirman, “Manusia dahulunya hanyalah satu umat kemudian mereka berselisih, kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (QS Yunus: 19).

Kedua: Islam adalah agama tauhid. Allah berfirman, “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu) tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka, barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisabnya. Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam) maka katakanlah: Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, ‘Apakah kamu (mau) masuk Islam?’ Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah) dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS Ali Imron: 18-20).

Ketiga: Aqidah tauhid adalah fitrah manusia. Allah berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). Atau agar kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu.” (QS Al A’raaf: 172-173).

Keempat: Petunjuk Allah mutlak harus diikuti. Allah berfirman, “… Katakanlah sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu. Katakanlah sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunianya kepada siapa yang dikehendakinya. Dan Allah maha luas karunianya lagi maha mengetahui.” (QS Ali Imron: 73).

Kelima: Isa ‘alaihis salam adalah Nabi dan Rasul Allah. Allah berfirman, “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan kalimat-Nya) yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan dengan (tiupan roh) dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, ‘(Tuhan itu) tiga’. Berhentilah (dari ucapan itu). Itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak. Segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya, cukuplah Allah sebagai pemelihara.” (QS An Nisaa: 171).

Walhamdulillahi robbil alamin. Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari. Diambil dari Buletin Al-Wala’ wal-Bara’(swaramuslim.net)
http://www.mualaf.com/kisah-a-pengalaman/muallaf-rohaniawan/428



Bernard Nababan " Mualaf "

Bernard Nababan mantan Pendeta : Ragu pada isi Alkitab
Menjadi seorang pendeta adalah harapan kedua orang tuanya. Bermula dari rencana melakukan misi diperkampungan Muslim, berlanjut pada memenuhi tawaran dialog dengan para tokoh masyarakat muslim, namun akhirnya kehendak Allah SWT mengantarkan Bernard Nababan pada Hidayah Islam. Bahkan, ia akhirnya menjadi juru dakwah dalam agama Islam.

Saya lahir di Tebing Tinggi, Sumatra Utara, 10 November 1966. Saya anak ke-3 dari tujuh bersaudara. Kedua orang tua memberi saya nama Bernard Nababan. Ayah saya adalah seorang pendeta Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Sumatra Utara. Sedangkan, ibu seorang pemandu lagu-lagu rohani di gereja. Sejak kecil kami mendapat bimbingan dan ajaran-ajaran kristiani. Orang tua saya sangat berharap salah seorang dari kami harus menjadi seorang pendeta. Sayalah salah satu dari harapan mereka.

Kemudian, saya disekolahkan di lingkungan yang khusus mendidik para calon pendeta, seperti Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) Kristen. Lalu berlanjut pada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Nomensen, yaitu sekolah untuk calon pendeta di Medan. Di kampus STT ini saya mendapat pendidikan penuh. Saya wajib mengikuti kegiatan seminari. Kemudian, saya diangkat menjadi Evangelist atau penginjil selama tiga tahun enam bulan pada Gereja HKBP Sebagai calon pendeta dan penginjil pada Sekolah Tinggi Teologi, saya bersama beberapa teman wajib mengadakan kegiatan di luar sekolah, seperti KKN (Kulah Kerja Nyata).

Tahun 1989 saya diutus bersama beberapa teman untuk berkunjung ke suatu wilayah. Tujuan kegiatan ini, selain untuk memberi bantuan sosial kepada masyarakat, khususnya masyarakat muslim, juga untuk menyebarkan ajaran Injil. Dua prioritas inilah yang menjadi tujuan kami berkunjung ke perkampungan muslim. Memang, sebagai penginjil kami diwajiban untuk itu. Sebab, agama kami (Kristen) sangat menaruh perhatian dan mengajarkan rasa kasih terhadap sesamanya.

Berdialog
Dalam kegiatan ini saya sangat optimis. Namun, sebelum misi berjalan, saya bersama teman-teman harus berhadapan dulu dengan para pemuka kampung. Mereka menanyakan maksud kedatangan kami. Kami menjawab dengan terus terang. Keterusterangan kami ini oleh mereka (tokoh masyarakat) dijawab dengan ajakan berdialog. Kami diajak ke rumah tokoh masyarakat itu. Di sana kami mulai berdialog seputar kegiatan tersebut. Tokoh masyarakat itu mengakui, tujuan kegiatan kami tersebut sangat baik. Namun, ia mengingatkan agar jangan dimanfaatkan untuk menyebarkan agama. Mereka pada prinsipnya siap dibantu, tapi tidak untuk pindah agama.

Agama Kristen, masih menurut tokoh masyarakat itu, hanya diutus untuk Bani Israel (orang Israel) bukan untuk warga di sini, Kami hanya diam. Akhirnya, tokoh masyarakat itu mulai membuka beberapa kitab suci agama yang kami miliki, dari berbagai versi. Satu per satu kelemahan Alkitab ia uraikan. la juga membahas buku Dialog Islam-Kristen antara K.H. Baharudin Mudhari di Madura dengan seorang pendeta.

Dialog antara kami dan tokoh masyarakat tersebut kemudian terhenti setelah terdengar azan magrib. Kemudian, kami kembali ke asrama sebelum kegiatan itu berlangsung sukses. Dialog dengan tokoh masyarakat tersebut terus membekas dalam pikiran saya. Lalu, saya pun membaca buku Dialog Islam Kristen tersebut sampai 12 kali ulang. Lama-kelamaan buku itu menpengaruhi pikiran saya. Saya mulai jarang praktek mengajar selama tiga hari berturut-turut. Akhirnya, saya ditegur oleh pendeta. Pendeta itu rupanya tahu saya berdialog dengan seseorang yang mengerti Alkitab. "Masa' kamu kalah sama orang yang hanya tahu kelemahan Alkitab. Padahal kamu telah belajar selama 3,5 tahun. Dan kamu juga pernah mengikuti kuliah seminari," katanya dengan nada menantang dan sinis.

Kabur dari Asrama
Sejak peristiwa itu, saya jadi lebih banyak merenungkan kelemahan-kelemahan Alkitab. Benar juga apa yang dikatakan tokoh masyarakat itu tentang kelemahan kitab suci umat Kristen ini. Akhirnya saya putuskan untuk berhenti menjadi calon pendeta. Saya harus meninggalkan asrama. Dan pada tengah malam, dengan tekad yang bulat saya lari meninggalkan asrama. Saya tak tahu harus ke mana. Jika pulang ke rumah, pasti saya disuruh balik ke asrama, dan tentu akan diinterogasi panjang lebar.

Kemudian saya pergi naik kendaraan, entah ke mana. Dalam pelarian itu saya berkenalan dengan seorang muslim yang berasal dari Pulau Jawa. Saya terangkan kepergian saya dan posisi saya yang dalam bahaya. Oleh orang itu, saya dibawa ke kota Jember, Jawa Timur. Di sana saya tinggal selama satu tahun. Saya dianggap seperti saudaranya sendiri. Saya bekerja membantu mereka. Kerja apa saja. Dalam pelarian itu, saya sudah tidak lagi menjalankan ajaran agama yang saya anut. Rasanya, saya kehilangan pegangan hidup.

Selama tinggal di rumah orang muslim tersebut, saya merasa tenteram. Saya sangat kagum padanya. Ia tidak pemah mengajak, apalagi membujuk saya untuk memeluk agamanya. la sangat menghargai kebebasan beragama. Dari sinilah saya mulai tertarik pada ajaran Islam. Saya mulai bertanya tentang Islam kepadanya. Olehnya saya diajak untuk bertanya lebih jauh kepada para ulama. Saya diajak ke rumah seorang pimpinan Pondok Pesantren Rhoudhotul 'Ulum, yaitu K.H. Khotib Umar.

Kepada beliau saya utarakan keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang ajaran Islam. Dan, saya jelaskan perihal agama dan kegiatan saya. Tak lupa pula saya jelaskan tentang keraguan saya pada isi Alkitab yang selama ini saya imam sebagai kitab suci, karena terdapat kontradiksi pada ayat-ayatnya. Setelah saya jelaskan kelemahan Alkitab secara panjang lebar, K.H. Khotib Umar tampak sangat terharu. Secara spontan beliau merangkul saya sambil berkata, "Anda adalah orang yang beruntung, karena Allah telah memberi pengetahuan pada Anda, sehingga Anda tahu bahwa Alkitab itu banyak kelemahannya."

Setelah itu beliau mengatakan, jika ingin mempelajari agama Islam secara utuh, itu memakan waktu lama. Sebab, ajaran Islam itu sangat luas cakupannya. Tapi yang terpenting, menurut beliau adalah dasar-dasar keimanan agama Islam, yang terangkum dalam rukun iman.

Masuk Islam
Dari uraian K.H. Khotib Umar tersebut saya melihat ada perbedaan yang sangat jauh antara agama Islam dan Kristen yang saya anut. Dalam agama Kristen, saya mengenal ada tiga Tuhan (dogma trinitas), yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Roh Kudus. Agama Kristen tidak mempercayai kerasulan Muhammad SAW, Bahkan, mereka menuduhnya tukang kawin. Mereka juga hanya percaya kepada tiga kitab suci, Taurat, Zabur, dan Injil.

Ajaran Kristen tidak mempercayai adanya siksa kubur, karena mereka berkeyakinan setiap orang Kristen pasti masuk surga. Yang terpenting bagi mereka adalah tentang penyaliban Yesus, yang pada hakekatnya Yesus disalib untuk menebus dosa manusia di dunia.

Penjelasan K.H. Khotib Umar ini sangat menyentuh hati saya. Penjelasan itu terus saya renungkan. Batin saya berkata, penjelasaan itu sangat cocok dengan hati nurani saya. Lalu, kembali saya bandingkan dengan agama Kristen. Ternyata agama Islam jauh lebih rasional (masuk di akal) daripada agama Kristen yang selama ini saya anut. Oleh karena itu saya berminat untuk memeluk agama Islam.

Keesokan harinya, saya pergi lagi ke rumah KH. Khotib Umar untuk menyatakan niat masuk Islam. Beliau terkejut dengan pernyataan saya yang sangat cepat. Beliau bertanya, "Apakah sudah dipikirkan masak-masak?" "Sudah," suara saya meyakinkan dan menyatakan diribahwa hati saya sudab mantap.

Lalu beliau membimbing saya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebelum ikrar saya ucapkan, beliau memberikan penjelasan dan nasehat. Di antaranya, "Sebenarnya saat ini Anda bukan masuk agama Islam, melainkan kembali kepada Islam. Karena dahulu pun Anda dilahirkan dalam keadaan Islam. Lingkunganmulah yang menyesatkan kamu. Jadi, pada hakikatnya Islam adalah fitrah bagi setiap individu manusia. Artinya, keislaman manusia itu adalah sunnatullah, ketentuan Allah. Dan, menjauhi Islam itu merupakan tindakan irrasional. Kembali kepada Islam berarti kembali kepada fitrahnya," ujar beliau panjang lebar. Saya amat terharu. Tanpa terasa air mata meleleh dari kedua mata saya.

Sehari setelah berikrar, saya pun dikhitan. Nama saya diganti menjadi Syamsul Arifin Nababan. Saya kemudian mendalami ajaran Islam kepada K.H. Khotib Umar dan menjadi santrinya. Setelah belajar beberapa tahun di pondok pesantren, saya amat rindu pada keluarga. Saya diizinkan pulang. Bahkan, beliau membekali uang Rp 10.000 untuk pulang ke Sumatra Utara.

Dengan bekal itu saya akhirnya berhasil sampai ke rumah orang tua. Dalam perjalanan, banyak kisah yang menarik yang menunjukkan kekuasaan Allah. Sampai di rumah, ibu, kakak, dan semua adik saya tidak lagi mengenali saya, karena saya mengenakan baju gamis dan bersorban. Lalu, saya terangkan bahwa saya adalah Bernard Nababan yang dulu kabur dari rumah. Saya jelaskan pula agama yang kini saya anut. Ibu saya amat kaget dan shock. Kakak-kakak saya amat marah. Akhirnya saya diusir dari rumah.

Usiran merekalah yang membuat saya tegar. Saya kemudian pergi ke beberapa kota untuk berdakwah. Alhamdulillah, dakwah-dakwah saya mendapat sambutan dari saudaraudara kaum muslimin. Akhirnya saya terdampar di kota Jakarta. Aktivitas dakwah saya makin berkembang. Untuk mendalami ajaran-ajaran agama, saya pun aktif belajar di Ma'had al-Ulum al-Islamiyah wal abiyah atau UPIA Jakarta.
http://www.youtube.com/watch?v=2Z8uHOpfTkU&eurl=http://gallery.swaramuslim.com/details.php?image_id=103&mode=search&sessionid=a7093ab863e29cf121eb9329aa816ef5&feature=player_embedded
http://islammenjawab.multiply.com/video/item/296/Bernard_Nababan_Mualaf_



Setiap Bulan Ada Yang Muallaf


DEN HAAG--"Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah," demikian dua kalimat syahadat yang diucapkan Stefan Kruger (25), warga Groningen, Belanda, di hadapan ustadz Ludo Jongmas (50) di Mesjid Al-Hikmah, Den Haag.

Sebelum mengucapkan dua kalimah syahadat, Stefan mengaku bahwa dia tidak dipaksa oleh siapa pun untuk memeluk agama Islam.

"Selain ingin mengetahui Islam lebih jauh lagi, saya juga ingin menikah dengan seorang muslimah asal Indonesia," katanya.

Kalimah syahadah itu, diucapkannya secara terbata-bata hingga harus diulang beberapa kali. Sesekali sang ustadz tersebut bertanya juga kepada jamaah mesjid soal sah tidaknya lafaz syahadat yang diucapkannya itu.

Sebanyak tiga kali, syahadat itu diucapkan hingga akhirnya Stefan alias Safwan (nama Islam-nya) mendapatkan ucapan selamat dan pelukan dari jamaah muslim lainnya di mesjid tersebut.

Menurut Ketua Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa (PPME), Aman Sulchan, setiap bulan, ada saja orang Belanda yang menyatakan keinginannya mengucapkan dua kalimah syahadat alias memeluk agama Islam. Mereka ini disebut muallaf.

"Rata-rata, sekali sebulan, ada yang masuk Islam, bahkan lebih dari dua orang," ujar Aman.

Pada umumnya, mereka dilandasi karena ingin menikahi wanita Islam, bahkan ada pula yang benar-benar ingin mempelajari Islam secara mendalam.

Tidak sedikit di antara mereka yang lebih fanatik setelah mendalami ajaran Islam dibandingkan dengan mereka yang sudah memeluk agama ini sejak lahir.

Diperkirakan, jumlah orang Belanda yang masuk Islam setiap tahun mencapai sekitar ratusan orang. Salah seorang bintang sepakbola Belanda, Robin van Persie, juga seorang Muslim.

Menurut Aman, meski saat ini banyak orang yang menghina Islam, khususnya politisi Belanda yang sering mengambil isu Islam dalam kampanye mereka, hal tersebut malah memberikan keuntungan di mana banyak orang-orang yang lebih tertarik untuk mempelajari Islam.

Sejak kasus terbunuhnya Van Coch, kata Aman, jumlah masyarakat Belanda yang masuk Islam, semakin banyak. Van Coch dibunuh oleh warga muslim Belanda asal Maroko, Muhammad Buyeri pada November 2004. Tragedi ini terjadi karena Van Coch telah menghina Islam.

Penghinaan terhadap Islam kembali terjadi, dilakukan Geert Wilders, politisi Belanda yang secara sengaja menghina Islam untuk memperoleh suara terbanyak.

Secara terang-terangan, Wilders mengatakan bahwa Islam adalah bahaya terbesar yang akan mengancam Belanda dan kemanusiaan.

Namun, kata Aman, kondisi seperti ini malah memberikan keuntungan kepada Islam, karena justru sebaliknya, banyak orang-orang Belanda yang berminat mempelajari ajaran ini.

Koordinator Nasional untuk pemberantasan terorisme di Belanda, Tajeb Gostra seperti yang dikutip dari Reuters, mengatakan bahwa di Belanda, banyak anak muda yang cenderung memeluk agama Islam.

Menurut dia, ada sejumlah faktor yang mendorong percepatan jumlah kaum muslimin di negeri Kincir Angin itu.

Di kalangan elite warga ibukota Belanda, katanya, ada sekitar 60 persen tidak meyakini satu pun agama. "Itulah sebabnya, banyak gereja dan yayasan-yayasan agama umat Nasrani tutup atau menjual aset-aset mereka, lantaran kian merosotnya jumlah jamaat mereka," ujarnya.

Sebaliknya, banyak pengamat percaya bahwa saat ini agama Islam sedang menyebar dengan cepat, karena kalangan Muslim sangat respek terhadap ajaran Islam dibandingkan dengan para pemeluk agama lainnya.

Oleh karena itu, tidak heran, bahwa setiap bulan ada saja orang Belanda, atau warga negara lain yang bermukim di sana, menjadi muallaf.ant/Rahma Saiyed/kem
http://2i2h.multiply.com/notes/item/767?mark_read=2i2h:notes:767



Yvonne Ridley: Saya Kagum Dengan Hak-Hak Yang Diberikan Islam pada Kaum Perempuan 

Banyak orang yang menilai Islam tidak memberikan penghormatan terhadap kaum perempuan. Tapi tidak bagi Yvonne Ridley setelah ia mengenal Islam. Mantan wartawan asal Inggris yang pernah menjadi tawanan Taliban di Afghanistan ini, masuk Islam setelah ia mendalami al-Quran dengan harapan menemukan perintah-perintah Tuhan dalam Islam yang menempatkan perempuan pada posisi rendah. Apalagi ketika itu Ridley juga seorang aktivis feminisme.

Tapi semakin ia mendalami al-Quran, Ridley tidak menemukan apa yang dicarinya, ia malah menemukan ajaran Islam yang luhur tentang kaum perempuan, dimana Islam menempatkan kaum perempuan dalam derajat yang tinggi dan mulia. Inilah yang kemudian mendorong Yvonne untuk memilih menjadi seorang Muslim dan sekarang dikenal aktif berdakwah kemana-mana.

Bagaimana pengalaman Ridley menjadi seorang mualaf dan apa pandangannya tentang perempuan dalam Islam. Berikut petikan wawancara yang dilakukan situs Islamonline dengan Yvonne Ridley;

Seberapa jauh Anda tahu tentang Islam sebelum menjadi seorang Muslimah?

Saya cuma tahu sedikit tentang Islam sebelum menjadi Muslim. Saya hanya tahu dari media massa.

Bagaimana ceritanya Anda masuk Islam?

Saat saya menjadi tawanan Taliban, seorang ulama mendatangi saya. Dia menanyakan beberapa pertanyaan tentang agama dan menanyakan apakah saya mau pindah agama. Saat itu, saya takut kalau saya salah memberikan respon, maka saya akan dibunuh. Setelah berpikir masak-masak, saya berterima kasih pada ulama tadi atas tawarannya yang baik itu dan saya bilang bahwa sulit bagi saya membuat keputusan untuk mengubah hidup saya saat saya sedang menjadi tawanan. Tapi saya berjanji, jika saya dibebaskan dan kembali ke London, saya akan mempelajari tentang Islam.

Akhirnya saya bebas dan saya mulai membaca terjemahan al-Quran. Saya memilih surat-surat dalam al-Quran hanya yang ingin saya baca saja. Saya sangat kagum dengan hak-hak yang diberikan Islam pada kaum perempuan dan inilah yang paling membuat saya tertarik pada Islam.

Setelah memeluk Islam, apakah Anda membutuhkan bantuan dari komunitas Muslim?

Ya dan tidak. Saya mendapat banyak dukungan dari sesama Muslimah. Saya merasa beruntung jika dibandingkan dengan banyak mualaf lainnya. Banyak mualaf yang benar-benar membutuhkan dukungan semangat dan pendampingan hampir setiap hari. Yang menyedihkan, banyak diantara kami yang diabaikan setelah mengucapkan dua kalimat syahadat. Saya cuma ingin mengatakan, tahun-tahun pertama bagi para mualaf adalah saat-saat yang kritis bagi perkembangan mereka sebagai seorang Muslim, jadi sebaiknya para mualaf baru jangan diabaikan begitu ia usai mengucapkan syahadat.

Tantangan apa yang paling berat setelah Anda memeluk Islam?

Belajar menjadi orang yang lebih baik. Mungkin kedengarannya agak aneh, karena saya tidak merasa sebagai orang yang buruk sebelum memeluk Islam. Tapi setelah menjadi Muslim, saya harus belajar tentang etika Islam, misalnya tentang kesabaran dan toleransi. Buat mereka yang sudah mengenal baik siapa saya, pasti tahu betapa beratnya perjuangan saya ketika itu.

Bagaimana reaksi keluarga dan teman-teman ketika tahu Anda masuk Islam?

Mereka semua syok. Bagaimana bisa seorang gadis yang doyan pesta meninggalkan gaya hidup Baratnya dan memeluk Islam? Tapi setelah beberapa waktu, mereka tahu bahwa saya bersungguh-sungguh! Saya lebih sehat dan bahagia, badan saya jadi agak langsing. Mereka melihat bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan saya, saya menjadi orang yang lebih baik. Mereka membantah bahwa ini semua karena Islam. Teman-teman perempuan saya apakah saya punya pacar sehingga terlihat lebih sehat dan bahagia, saya menjawab "Apakah kamu pikir untuk terlihat lebih baik seperti sekarang saya harus punya pacar? Tidakkah kalian bisa menerima bahwa saya telah menemukan sesuatu yang memberikan saya banyak kebahagiaan, kekuatan dari dalam dan spiritulitas?"

Bagaimana Anda menyesuaikan diri dengan Jilbab yang Anda kenakan di Inggris, sementara banyak orang meributkan jilbab?

Saya senang sekali Anda menanyakan hal ini. Banyak orang berpendapat tentang jilbab, terutama kaum lelaki yang tidak perlu mengenakan jilbab. Mereka tidak tahu, betapa besar tantangan yang dihadapi perempuan berjilbab dan berniqab. Ketika seorang perempuan mengenakan jilbab, mereka memperjuangkan Islam, di baris terdepan. Mereka menjadi sasaran tindakan sewenang-wenang. Sedih rasanya melihat beberapa Muslimah yang diserang secara fisik gara-gara perdebatan jilbab terutama yang dipicu oleh para politisi dengan segala pernyataan-pernyataan buruk mereka tentang jilbab. Jilbab adalah kewajiban. Saya salut dengan para muslimah yang mengenakan jilbab, dengan kekuatan, semangat dan keimanan mereka.

Untuk Muslimah yang tidak mengenakan jilbab, saya ingin bilang pada orang-orang di sekeliling mereka agar bersabar dan berilah mereka waktu. Kita semua dalam perjalanan spiritual, beberapa diantara kita mencapai level tertentu dengan cepat dibandingkan yang lainnya. Butuh waktu. Kita selayaknya tidak terlalu kritis terhadap sesama Muslimah yang belum berjilbab, kita sebaiknya mendukung dan menolong mereka.

Saya juga tidak langsung mengenakan jilbab. Butuh waktu buat saya untuk mengenakannya, dan itu itu menjadi bagian dari pertumbuhan dan perkembangan saya sebagai seorang Muslim. Setiap harus selalu ada perbaikan. Jika pembicaraan ini dilakukan kembali 20 tahun mendatang, saya akan bilang bahwa saya masih belajar dan berkembang terus, Insya Allah.

Jika ada non-Muslim yang ingin tahu tentang Islam, apa pesan penting yang harus disampaikan seorang Muslim pada non-Muslim?

Kita harus menyampaikan pada Barat bahwa kaum perempuan tidak ditindas dalam Islam, kaum perempuan bukan makhluk kelas dua. Betul, ada sebagian perempuan yang berada di bawah kendali laki-laki. Tapi di kalangan non-Muslim di Barat, banyak juga perempuan yang tertindas. Masalah kekerasan dalam rumah tangga adalah isu global bagi perempuan, bukan isu Islam.

Banyak isu yang mempengaruhi kaum perempuan Muslim dan Barat. Tapi akan saya katakan pada kaum perempuan non-Muslim bahwa banyak hal yang substansial dibalik jilbab. Jika mereka mau melihat, mereka akan menyadari bahwa banyak Muslimah berjilbab yang sukses, pintar, berbakat dan dikenal di level internasional. Jadi, daripada buang-buang waktu meributkan jilbab, berhentilah dan bicaralah pada para muslimah. (ln/iol)

source : eramuslim
http://serbuiff.forumotion.com/your-first-forum-f1/hak-wanita-dlm-islam-seluk-beluk-ttg-hak-kewajiban-wanita-pernikahan-waris-dlm-islam-dll-t41.htm#132 Very Happy





Liem Tjeng Lie : Mengembalikan Keranda ke Masjid
Kisah Mualaf - Kisah Rohaniawan/Budayawan


Saya adalah seorang muallaf dan istri sayapun juga seorang muallaf, sebelum kami mendapatkan Hidayah masuk ke dalam agama Islam. kami adalah seorang aktivis gereja Katholik, saya dan istri adalah Ketua Mudika (Muda-Mudi Katholik) di wilayah tempat tinggal kami. Kami dipertemukan disaat kami mendapat tugas dalam pembuatan kandang Natal di Gereja.
'c2~
Pergantian agama saya dari Katholik menjadi Islam cukup melalui pertimbangan yang cukup lama +/- 4 tahun dari tahun 1994-1998. Awal perkenalan saya dengan Islam adalah ketika saya mengembalikan keranda Kakak ipar saya ke Masjid dan setelah itu mengikut tahlilan untuk mendoakan almarhum kakak ipar saya (nb: kakak ipar saya juga muallaf, satu-satunya anggota keluarga istri saya yang masuk Islam karena pernikahannya dengan seorang gadis Minang)
'c2~
Ketika tahlilan hari terakhir, ustadz yang memimpin doa saat itu menyampaikan sedikit wejangan dan mendoakan agar suatu saat kelak ada keluarga dari almarhum yang akan mengikuti jejak almarhum untuk menjadi muslim, untuk membantu mendoakan almarhum. Kata-kata yang diucapkan oleh Pak ustadz, menggetarkan hati saya seolah-olah kata-kata itu ditujukan ke saya, walaupun saat itu hadir anggota keluarga lain yang non muslim.

Singkat cerita, ketertarikan dan keinginan saya untuk mempelajari agama Islam semakin hari semakin bertambah, dan saya sering kali bermimpi tentang Islam dan menjadi muslim dalam mimpi. Betapa indahnya menjadi seorang muslim walaupun hanya dalam mimpi.

Suatu hari saya utarakan keinginan saya untuk masuk Islam dengan istri saya tapi istri saya malah bertanya " kamu mau menikah lagi apa ? ", saya jelaskan bahwa keinginan saya untuk masuk islam bukan karena ingin menikah lagi, tapi karena gejolak hati yang terus mencari agama yang benar, karena saya merasakan agama katholik yang saya yakini saat itu, sudah tidak dapat menentramkan jiwa saya.

Karena istri percaya akan alasan yang saya berikan akhirnya ia berkata " ok kalau mau masuk Islam nanti saja tunggu anak-anak sudah besar jadi tunggu pensiun dan tinggal di kampung, kalau dikucilkan keluarga sudah tidak masalah lagi ".

Saya tidak patah semangat dan saya terus berdoa agar Allah SWT menggerakan hati istri saya dan memberikan istri saya hidayah agar mau masuk kedalam agama Islam, agama yang paling sempurna dan di ridhoi oleh Allah SWT, Walaupun saya belum menjadi muslim (ketika itu), tapi setiap akhir dari doa saya selalu mengucakan salah satu dari ayat Yaasin yang jika dilafaskan berbunyi "Innama amaruhu idza araadha syaian ayakaulalahu kun fa ya kun" jika Allah SWT berkehendak terjadi maka terjadilah, tidak ada yang mustahil di hadapan Allah SWT. (mohon maaf jika salah dalam penulisan lafas dan arti harafiah salah satu ayat Yaasin di atas )

Suatu hari istri saya membaca majalah mingguan "Bintang", di salah satu cerita dalam majalah itu ada sebuah kisah kembalinya artis Gito Rolies ke dalam Islam setelah berpuasa Nabi daud. Istri saya lalu menyampaikan kepada saya mengenai kisah ini, dan mengatakan : " Coba kamu puasa Nabi Daud, kali-kali saja saya bisa terpanggil juga menjadi muslimah", lalu saya tanya: "Puasa Nabi Daud seperti apa sih ?" istri lalu menerangkan bahwa puasa Nabi Daud ialah puasa yang dilakukan secara berselang, sehari puasa, sehari tidak, dan seterusnya.

Dan karena tekad saya untuk masuk Islam harus bersama dengan istri (karena saya pernah membaca kalau salah satu dari pasangan hidup kita tidak seiman, maka bila berhubungan, hukumnya adalah zinah), maka akhirnya dengan tekad yang bulat itu, saya lakukan puasa Nabi Daud selama 1 bulan penuh.

Alhamdulillah 1 bulan setelah saya lakukan Puasa Nabi Daud, hati istri saya pun tergerak untuk mulai mempelajari Islam. Ada kejadian yang merubah pikiran istri saya, setelah saya lakukan puasa Nabi Daud, yaitu, ketika istri melakukan doa rosario di malam hari (pkl 02.00), sejenak terlintas dalam pikirannya betapa teduhnya ia melakukan doa secara Islam dengan menggunakan mukenah.Dan keesokan paginya istri saya langsung menceritakan kejadian malam itu dan mengatakan kepada saya untuk segera mencari tempat untuk belajar bagi warga keturunan Cina yang ingin masuk Islam. Saya sudah memiliki data tempat-tempat warga keturunan yang ingin masuk Islam.

Akhirnya saya dan istri berkunjung ke Yayasan Haji Karim Oei di Jl Lautze Pasar Baru. Alhamdulillah saya dipertemukan dengan Bp H. Syarif Tanudjaya (sekarang Sekjen PITI dan pimpinan pengajian MUSTIKA).
'c2~
Ada satu statemen dari Bp Syarif yang semakin menggugah hati istri saya untuk segera bersahadat, yaitu ketika istri saya mengatakan " saya mau masuk islam tapi saya mau belajar dulu" dengan bijaksana Pak Syarif mengatakan " Proses belajar di Islam itu tidak pernah akan habis, bahkan kita berkewajiban untuk terus belajar hingga kita ke liang lahat, kalau diwaktu anda belajar dan anda belum menjadi Islam, alangkah sayangnya jika kita meninggal dalam keadaan belum memeluk agama Islam" . Alhamdulillah, satu minggu setelah pertemuan itu (1 April 1998) akhirnya kamipun bersahadat di Masjid Lautze.

Betapa besarnya Rahmat dan Hidayah yang diberikan Allah SWT kepada kami sekeluarga, tak dapat kami membalas seluruh Rahmat Berkat dan Hidayah yang telah Engkau limpahkan bagi kami sekeluarga. Saya dan istri ingin sekali mengabdikan diri ini untuk kemaslahatan umat dan syiar tentang agama Islam yang sangat Mulia dan indah ini dan memuat aturan yang sangat lengkap bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun kehidupan di akhirat.

Kepindahan saya ke dalam agama Islam ini, bukan berarti saya menghapus seluruh pemahaman agama saya yang lama (Katholik), tetapi kepindahan ini merupakan kenaikan tingkat pemahaman dari agama yang lalu, dan merupakan penyempurnaan, dan meluruskan ajaran Nabi Isa yang telah di putar balikan oleh pengikutNya.

Semoga kisah singkat saya ini dapat membuka mata hati bagi calon mualaf yang sedang menunggu dan'c2~ untuk menerima Hidayah Allah SWT, dan jika ada hal yang masih ingin ditanyakan dan ingin tukar pikiran saya bersedia untuk membantu dan bisa hubungi saya pada alamat e-mail ini, atau Hp xxxx-xxx-xxxx atau ; 021-xxx-xxxxx'c2~ Wassalammualaikum wr. wb., Moh Haryanto Masin (Liem Tjeng Lie).

Seperti yang diutarakan Bpk Moh Haryanto Masin di Milis mualafindonesia, jika anda berminat berdiskusi dengan beliau dan rekan-rekan lainnya yg turut membantu calon mualaf dan mualaf 'c2~silahkan bergabung dalam milis 
mualafindonesia@yahoogroups.com This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it atau hubungi kami di Mualaf Center Online untuk mendapatkan email dan nomor HP Bpk. Moh. Haryanto Masin. ( www.mualaf.com )http://mualaf.com/kisah-a-pengalaman/muallaf-rohaniawan/328-liem-tjeng-lie--mengembalikan-keranda-ke-masjid




Siong Thiam (KH. Drs. Alifuddin El-Islamy): Adiknya Dikubur dalam Kotak Sabun


Tidak selamanya suatu penyakit berat membawa petaka kepada seseorang. Terkadang justru membawa hikmah yang sangat besar bagi hidup dan masa depan orang tersebut. Benarlah apa yang dikatakan orang-orang bijak, segala sesuatu ada hikmahnya. Contoh kejadian ini pernah dialami oleh Siong Thiam yang kelak kemudian menjadi Alifuddin El-Islamy, seorang dai dan salah satu ketua di DPP Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI)
Terlahir di lingkungan keluarga Tionghoa yang menganut agama Toapekkong di daerah PTP Perkebunan V Sei Karang, Kebun Tanah Raja (sekitar 50 km dari kota Medan). Lahir 18 Mei 1954 dengan nama Siong Thiam (dialek Hokkian) atau Song Thien dalam dialek Mandarin.
Sejak kecil, papa dan mamanya, telah membiasakan Siong Thiam dan kesepuluh orang adiknya untuk melaksanakan upacara keagamaan dengan baik. Misalnya, diajak sembahyang di Klenteng maupun di rumah, seperti menyembah malaikat (pay sin) setiap pertengahan dan akhir bulan. Juga menyembah bulan (pay guek nio) setiap tanggal 15 bulan 1 dan tanggal 15 bulan 8 (dalam kalender Cina). Pada setiap awal tahun, mereka menyembah Tuhan Langit (Thi Kong), tetapi lebih sering disebut Pay Jhit Thau (menyembah matahari).
Lingkungan perkebunan dengan berbagai suku yang bekerja, seperti orang Melayu Deli, orang Batak, Mandailing, dan juga keturunan Jawa, telah membentukpergaulan Siong Thiam. Sejak kecil ia sudah akrab dengan kawan-kawannya yang terdiri atas berbagai suku bangsa. 
Dan, dari pergaulan dengan lingkungannya ini pula Siong Thiarn kecil mulai mengenal agama lain di luar agama keIuarganya. ia sudah dapat merasakan betapa meriahnya kaum muslimin merayakan Idul Fitri (Lebaran) dan orang Kristen merayakan Natal.
Setamat SD di Perkebunan Tanah Raja, Siong Thiam melanjutkan sekolah ke SMP Negeri Perbaungan (sekitar 30 km dari Medan). Di sekolah inilah ia mulai mengetahui pokok-pokok ajaran agama Islam yang disampaikan Ustadz Syahruddin Asid pada pelajaran agama di sekolah tersebut. Sebetulnya, bagi siswa yang bukan Islam boleh meninggalkan kelas sewaktu pelajaran agama (Islam) tersebut. Namun, Siong Thiam memilih tetap di dalamn kelas.
Sewaktu mama saya melahirkan adik yang kesepuluh, rupanya kembar dua. Yang satu meninggal dunia. Oleh papa saya, yang meninggal itu dikuburkan begitu saja, tanpa upacara, sebagaimana lazimnya jika yang meninggal itu orang dewasa (tua). 
Bahkan, petinya diambil dari bekas kotak sabun. Betapa sedihnya hati saya ketika menyaksikan kenyataan tersebut. Alangkah berbeda ketika saya menyaksikan penghormatan luar biasa yang diberikan tatkala seorang paman saya yang sudah tua meninggal dunia. Segala perbekalan ikut dimasukkan ke dalam kuburan, sebagairnana layaknya seorang hidup yang akan bepergian jauh.
Ketika persoalan perlakuan yang berbeda ini saya tanyakan kepada orang tua saya, saya dibuat terperanjat. Sebab, menurut piham yang diyakini secara turun-temurun oleh penganut Toapekkong bahwa bila yang mati itu anak kecil atau bayi, maka kematiannya dianggap suatu malapetaka, pembawa sial bagi seluruh keluarga.
Mendengar keterangan yang seperti itu, kecutlah hati saya, karena pada saat itu saga masih termasuk anak-anak (remaja) yang masih bersekolah. Sejak kejadian itu, saya pun menjadi ragu dengan kebenaran ajaran yang dianut keluarga kami, karena membedakan manusia dari umumya, bukan dari amal perbuatannya.

Mencari Agama

Sejak peristiwa yang mengganggu pikiran itu, saya pun berusaha mencari dan mempelajari agama lain. Apalagi pada saat itu (antara tahun 1966-1967) kesadaran beragama sedang marak-maraknva, setelah gagalnya kudeta PKI (Partai Komunis Indonesia) yang terkenal sebagai G 30 S/PKI. 
Dimana-mana saya menyaksikan masjid dan mushala penuh sesak. Begitupun jemaat di gereja. Semua itu tentu saja berpengaruh kepada jiwa saya yang baru berusia 14 tahun. Karena di lingkungan tempat tinggal kami mayoritas Islam, maka saya lebih dulu tertarik kepada Islam. 
Tetapi, ketika mendengar isi ajaran Islam dari teman-teman saya, rasa tertarik pun jadi sirna seketika, karena banyak isi ajaran Islam yang berlawanan dengan hobi dan kegemaran saya.

Menurut penilaian saya waktu itu, isi ajaran agama Islam terlalu berat. Terlampau banyak mengharamkan kebiasaan dan kegemaran saya. Ini tidak boleh, itu pun tidak boleh. Tidak heran, bila saat itu saya lebih tertarik kepada ajaran agama Kristen yang menghalalkan apa yang dihalalkan oleh ajaran agama yang dianut leluhur kami. 
Namun, saya tidak segera memasuki agama Kristen. Sava takut salah pilih, dan nantinya terpaksa meninggalkannya pula. Saya tidak ingin disebut plin-plan, suatu gelar yang tidak enak didengar. Maka, saya pun mulai membanding-bandingkan kedua agama (Islam dan Kristen) tersebut, walaupun dengan pengetahuan yang terbatas berdasarkan pelajaran yang saga dapat di sekolah dan juga dari teman-teman.
Pada saat jiwa saya sedang mencari pegangan hidup, kaum muslimin di lingkungan kami membangun masjid. Kebetulan masjid tersebut dibangun persis bersebelahan dengan rumah kami. Tempat wudhunya yang terbuka, secara kebetulan pula setentang dengan letak dapur rumah kami. Jadi, pada setiap petang-menjelang magrib--saya dapat menyaksikan orang berwudhu dan shalat di sana.
Mulanya saya hanya memandang heran terhadap apa yang mereka kerjakan, baik kala berwudhu maupun saat shalat. Tetapi lama-kelamaan, pandangan saya itu berubah dan melahirkan suatu ketakutan yang luar biasa, mungkin lebih daripada apa yang mereka lakukan dan rasakan.
Rasanya, belum ada agama yang mengajarkan kebersihan dan keagungan setinggi ini, kecuali ajaran agama Islam. Bersih pakaian, bersih badan, bersih tempat, dan bersih hati, untuk menghadap Tuhan Yang Mahasuci. Dengan demikian, saya pun mulai tertarik kepada ajaran agama Islam.

Hati saya berkata, "Inilah agama yang harus kupilih dan kujadikan pegangan hidupku." Tetapi sayang, terlampau banyak ajaran Islam yang mengharamkan hobi dan kegemaran saya.

Terserang Malaria

Sampai pada suatu hari di bulan Februari 1969, saya menderita penyakit berat. Badan saya menjadi kurus dan ceking. Saya hanya berbaring di tempat tidur.

Kata dokter, saya menderita malaria tropicana. Tiba-tiba suatu bayangan yang mengerikan mendadak menyusup ke dalam hati saya. Betapa tidak, bila saya mati saat itu, berdiri bulu roma membayangkan bila saya mati saat itu, disaat masih dianggap mendatangkan kesialan bagi keluarga. Belum lagi membayangkan apa yang akan saya temui setelah berada di dalam kubur. Di saat seperti itulah saya mengharapkan pertolongan. Tetapi, kepada siapa ?
Secara bergantian terlintas Toapekkong yang disembah orang di Klenteng dan patung Yesus yang disembah orang Kristen di gereja. Tetapi, keduanya tidak mampu menenteramkan kegundahan saya. Di.saat itulah, sayup-sayup.terdengar suara azan magrib
dari masjid sebelah rumah. Terbayanglah oleh saya saat mereka berdoa mengangkat tangan dan menengadah, dari saat mereka shalat menyembah Tuhan dengan mengangkat kedua tangan sambil menundukkan kepala. Saat mereka berada dalam kesucian dan keheningan menghadap Tuhan mereka.
"Ya, Tuhan in ilah yang dapat menolongku. Dialah Tuhan satu-satunya. Tuhan pencipta langit dan bumi beserta isinya. Tuhan yang disembah orang-orang Islam. Dialah yang dapat menolongku." Begitulah suara batin saga saat itu.

Tanpa saya sadari sepenuhnya, tiba-tiba bibir saya berbisik pelan, "Tuhan berilah aku kesemptan untuk memasuki agamaMu, agar aku dapat mengamalkan ajaran agama-Mu!"
Tampaknya Tuhan memberikan kesempatan, dan saya pun merasa kian sembuh dari penyakit. Tanpa menanti waktu lebih lama--karena saya tidak tahu, apakah saya akan sembuh benar atau tidak--saya pun pergi meninggalkan rumah dan keluarga menuju ke tempat di mana saya dapat masuk Islam.

Singkat cerita, pada hari Kamis, 3 April. 1969, di Masjid Taqwa Lubuk Pakam, saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat, dibimbing Ustadz Hasan Basri, disaksikan para jamaah yang memenuhi ruangan masjid itu. Allahu Akbar!

Setelah merasa sembuh benar, saya kembali ke rumah orang tua. Rupanya seisi rumah sudah mengetahui perihal keIslaman saya itu. Mama menyambut saya dengan isak tangis. Dan, dalam dekapannya mama membisikkan ucapan yang tidak pemah dapat saya lupakan sepanjang hidup. "Mama tidak dapat menahanmu kalau kau masuk Islam. Tetapi mama pesan, kalau masuk Islam jadilah orang Islam yang benar. Jangan kepalang tanggung: Kalau tidak, kembalilah segera sebelum bertambah jauh."

Pesan mama inilah yang menyadarkan kewajiban saya untuk segera memahami dan mendalami ajaran Islam. Maka, saya yang mendapat nama baru Alifuddin El-Islamy pun mulai merantau menuntut ilmu agama. Setelah belajar Al Qur'an kepada Ustadz Ahmad Onga (ahnarhum) di Lubuk Pakam, saya pun melanjutkan pelajaran ke Bukittinggi berguru kepada Bapak Sabiran Datuk Gunung Kayo. Setelah itu, saya berguru kepada Buya H. Nawawi Arief di Padang Panjang, Sumatra Barat.

Di samping belajar, saya juga aktif berdakwah. Beberapa tempat telah saya singgahi. Bahkan, ketika. saya pinda ke Palembang untuk melanjutkan pendidikan ke IAIN Raden Fatah, saya sudah ditempatkan di bagian Pembinaan Kerohanian PT Pupuk Sriwijaya Palembang, dan bekerja di situ selama 11 tahun. Dan kini saya aktif di kepengurusan DPP PITI.




Kisah Mualaf Aminah Assilmi: Dia Korbankan Segalanya Demi Islam
Aminah Assilmi
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tak banyak orang yang mengenal Aminah Assilmi. Ia adalah Presiden Internasional Union of Muslim Women yang telah meninggal dunia pada 6 Maret 2010, dalam sebuah kecelakaan mobil di Newport, Tennesse, Amerika Serikat.

Perjalanannya menuju Islam cukup unik. Perjalanan yang patut dikenang. Semuanya berawal dari kesalahan kecil sebuah komputer. Mulanya, ia adalah seorang gadis jemaat Southern Baptist–aliran gereja Protestan terbesar di AS, seorang feminis radikal, dan jurnalis penyiaran.

Sewaktu muda, ia bukan gadis yang biasa-biasa saja, tapi cerdas dan unggul di sekolah sehingga mendapatkan beasiswa. Satu hari, sebuah kesalahan komputer terjadi. Siapa sangka, hal itu membawanya kepada misi sebagai seorang Kristen dan mengubah jalan hidupnya secara keseluruhan.

Tahun 1975 untuk pertama kali komputer dipergunakan untuk proses pra-registrasi di kampusnya. Sebenarnya, ia mendaftar ikut sebuah kelas dalam bidang terapi rekreasional, namun komputer mendatanya masuk dalam kelas teater. Kelas tidak bisa dibatalkan, karena sudah terlambat. Membatalkan kelas juga bukan pilihan, karena sebagai penerima beasiswa nilai F berarti bahaya.

Lantas, suaminya menyarankan agar Aminah menghadap dosen untuk mencari alternatif dalam kelas pertunjukan. Dan betapa terkejutnya ia, karena kelas dipenuhi dengan anak-anak Arab dan ‘para penunggang unta’. Tak sanggup, ia pun pulang ke rumah dan memutuskan untuk tidak masuk kelas lagi. Tidak mungkin baginya untuk berada di tengah-tengah orang Arab. ''Tidak mungkin saya duduk di kelas yang penuh dengan orang kafir!'' ujarnya kala itu.

Suaminya coba menenangkannya dan mengatakan mungkin Tuhan punya suatu rencana dibalik kejadian itu. Selama dua hari Aminah mengurung diri untuk berpikir, hingga akhirnya ia berkesimpulan mungkin itu adalah petunjuk dari Tuhan, agar ia membimbing orang-orang Arab untuk memeluk Kristen. Jadilah ia memiliki misi yang harus ditunaikan. Di kelas ia terus mendiskusikan ajaran Kristen dengan teman-teman Arab-nya.

''Saya memulai dengan mengatakan bahwa mereka akan dibakar di neraka jika tidak menerima Yesus sebagai penyelamat. Mereka sangat sopan, tapi tidak pindah agama. Kemudian saya jelaskan betapa Yesus mencintai dan rela mati di tiang salib untuk menghapus dosa-dosa mereka.''

Tapi ajakannya tidak manjur. Teman-teman di kelasnya tak mau berpaling sehingga ia memutuskan untuk mempelajari alquran untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang salah dan Muhammad bukan seorang nabi. Ia pun melakukan penelitian selama satu setengah tahun dan membaca alquran hingga tamat.

Namun secara tidak sadar, ia perlahan berubah menjadi seseorang yang berbeda, dan suaminya memperhatikan hal itu. ''Saya berubah, sedikit, tapi cukup membuat dirinya terusik. Biasanya kami pergi ke bar tiap Jumat dan Sabtu atau ke pesta. Dan saya tidak lagi mau pergi. Saya menjadi lebih pendiam dan menjauh.''

Melihat perubahan yang terjadi, suaminya menyangka ia selingkuh, karena bagi pria itulah yang membuat seorang wanita berubah. Puncaknya, ia diminta untuk meninggalkan rumah dan tinggal di apartemen yang berbeda. Ia terus mempelajari Islam, sambil tetap menjadi seorang Kristen yang taat.

Hingga akhirnya, hidayah itu datang. Akhirnya pada 21 Mei 1977, jemaat gereja yang taat itu menyatakan, ''Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.''

Perjalanan setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, seperti halnya mualaf lain, bukanlah perkara yang mudah. Aminah kehilangan segala yang dicintainya. Ia kehilangan hampir seluruh temannya, karena dianggap tidak menyenangkan lagi. Ibunya tidak bisa menerima dan berharap itu hanyalah semangat membara yang akan segera padam. Saudara perempuannya yang ahli jiwa mengira ia gila. Ayahnya yang lemah lembut mengokang senjata dan siap untuk membunuhnya.

Tak lama kemudian ia pun mengenakan hijab. Pada hari yang sama ia kehilangan pekerjaannya.
Lengkap sudah. Ia hidup tanpa ayah, ibu, saudara, teman dan pekerjaan. Jika dulu ia hanya hidup terpisah dengan suami, kini perceraian di depan mata. Di pengadilan ia harus membuat keputusan pahit dalam hidupnya; melepaskan Islam dan tidak akan kehilangan hak asuh atas anaknya atau tetap memegang Islam dan harus meninggalkan anak-anak. ''Itu adalah 20 menit yang paling menyakitkan dalam hidup saya,'' kenangnya.

Bertambah pedih karena dokter telah memvonisnya tidak akan lagi bisa memiliki anak akibat komplikasi yang dideritanya. ''Saya berdoa melebihi dari yang biasanya. Saya tahu, tidak ada tempat yang lebih aman bagi anak-anak saya daripada berada di tangan Allah. Jika saya mengingkari-Nya, maka di masa depan tidak mungkin bagi saya menunjukkan kepada mereka betapa menakjubkannya berada dekat dengan Allah.'' Ia pun memutuskan melepaskan anak-anaknya, sepasang putra-putri kecilnya.

Namun, Allah Maha Pengasih. Ia diberikan anugerah dengan kata-katanya yang indah sehingga membuat banyak orang tersentuh dan perilaku Islami-nya. Dia telah berubah menjadi orang yang berbeda, jauh lebih baik. Begitu baiknya sehingga keluarga, teman dan kerabat yang dulu memusuhinya, perlahan mulai menghargai pilihan hidupnya.

Dalam berbagai kesempatan ia mengirim kartu ucapan untuk mereka, yang ditulisi kalimat-kalimat bijak dari ayat Al-Quran atau hadist, tanpa menyebutkan sumbernya. Beberapa waktu kemudian ia pun menuai benih yang ditanam. Orang pertama yang menerima Islam adalah neneknya yang berusia lebih dari 100 tahun. Tak lama setelah masuk Islam sang nenek pun meninggal dunia.

''Pada hari ia mengucapkan syahadat, seluruh dosanya diampuni, dan amal-amal baiknya tetap dicatat. Sejenak setelah memeluk Islam ia meninggal dunia, saya tahu buku catatan amalnya berat di sisi kebaikan. Itu membuat saya dipenuhi suka cita!''

Selanjutnya yang menerima Islam adalah orang yang dulu ingin membunuhnya, ayah. Keislaman sang ayah mengingatkan dirinya pada kisah Umar bin Khattab. Dua tahun setelah Aminah memeluk Islam, ibunya menelepon dan sangat menghargai keyakinannya yang baru. Dan ia berharap Aminah akan tetap memeluknya.

Beberapa tahun kemudian ibu meneleponnya lagi dan bertanya apa yang harus dilakukan seseorang jika ingin menjadi Muslim. Aminah menjawab bahwa ia harus percaya bahwa hanya ada satu Tuhan dan Muhammad adalah utusan-Nya. ''Kalau itu semua orang bodoh juga tahu. Tapi apa yang harus dilakukannya?'' tanya ibunya lagi.

Dikatakan oleh Aminah, bahwa jika ibunya sudah percaya berarti ia sudah Muslim. Ibunya lantas berkata, ''OK, baiklah. Tapi jangan bilang-bilang ayahmu dulu,'' pesan ibunya. Ibunya tidak tahu bahwa suaminya (ayah tiri Aminah) telah menjadi Muslim beberapa pekan sebelumnya. Dengan demikian mereka tinggal bersama selama beberapa tahun tanpa saling mengetahui bahwa pasangannya telah memeluk Islam.

Saudara perempuannya yang dulu berjuang memasukkan Aminah ke rumah sakit jiwa, akhirnya memeluk Islam. Putra Aminah beranjak dewasa. Memasuki usia 21 tahun ia menelepon sang ibu dan berkata ingin menjadi muslim.
Enam belas tahun setelah perceraian, mantan suaminya juga memeluk Islam. Katanya, selama enam belas tahun ia mengamati Aminah dan ingin agar putri mereka memeluk agama yang sama seperti ibunya. Pria itu datang menemui dan meminta maaf atas apa yang pernah dilakukannya. Ia adalah pria yang sangat baik dan Aminah telah memaafkannya sejak dulu.

Mungkin hadiah terbesar baginya adalah apa yang ia terima selanjutnya. Aminah menikah dengan orang lain, dan meskipun dokter telah menyatakan ia tidak bisa punya anak lagi, Allah ternyata menganugerahinya seorang putra yang rupawan. Jika Allah berkehendak memberikan rahmat kepada seseorang, maka siapa yang bisa mencegahnya? Maka putranya ia beri nama Barakah.

Ia yang dulu kehilangan pekerjaan, kini menjadi Presiden Persatuan Wanita Muslim Internasional. Ia berhasil melobi Kantor Pos Amerika Serikat untuk membuat perangko Idul Fitri dan berjuang agar hari raya itu menjadi hari libur nasional AS. Pengorbanan yang yang dulu diberikan Aminah demi mempertahankan Islam seakan sudah terbalas. ''Kita semua pasti mati. Saya yakin bahwa kepedihan yang saya alami mengandung berkah.''

Aminah Assilmi kini telah tiada meninggalkan semua yang dikasihinya. Termasuk putranya yang dirawat di rumah sakit, akibat kecelakaan mobil dalam perjalanan pulang dari New York untuk mengabarkan pesan tentang Islam.

Maryam Jameela, Masuk Islam Usai Diterpa Propaganda Yahudi
ilustrasi
Dunia mengenal tokoh yang satu ini sebagai seorang intelektual serta penulis ternama di bidang agama, filsafat, maupun sejarah. Maryam Jameela, demikian nama muslimnya. Ia telah menghasilkan sejumlah karya yang cukup penting dalam khazanah pemikiran Islam, antara lain Islam and Western Society: A Refutation of the Modern Way of Life, Islam and Orientalis,  Islam in Theory and Practice, dan 'Islam and the Muslim Woman Today'.

Salah satu hal yang patut dicatat dari tulisan-tulisan serta pemikiran Maryam Jameela, adalah keyakinannya terhadap agama Islam yang dinilainya sebagai agama terbaik. Islam merupakan agama dengan keunggulan paripurna, sehingga merupakan satu-satunya jalan untuk menuju kehidupan lebih baik, baik di dunia maupun akhirat.

Melalui karyanya, Maryam ingin menyebarkan keyakinannya itu kepada segenap umat Muslim di seluruh dunia. Harapannya adalah agar umat semakin percaya diri untuk dapat mendayagunakan keunggulan-keunggulan agama Islam tersebut demi meraih kejayaan di berbagai bidang kehidupan.

Sikap dan pemikiran yang ‘trengginas’ itu tampaknya tak bisa dilepaskan dari latar belakang kehidupan cendekiawan ini. Sejatinya, wanita kelahiran 23 Mei 1934 tersebut adalah seorang Yahudi. Keislamannya berlangsung ketika masih berusia remaja.

Ia menyandang nama Margareth Marcus sebelum memeluk Islam. Berasal dari keluarga Yahudi, Margareth dibesarkan dalam lingkungan yang multietnis di New York, Amerika Serikat. Nenek moyangnya berkebangsaan Jerman. "Keluarga kami telah tinggal di Jerman selama empat generasi dan kemudian berasimilasi ke Amerika," papar Maryam, dalam buku Islam and Orientalism .

Margareth kecil sangat menyukai musik, terutama simphoni dan klasik. Prestasinya pada mata pelajaran musik pun cukup membanggakan karena selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Hingga suatu hari dia mendengarkan musik Arab di radio, dan langsung jatuh hati.

Kian hari dirinya makin menyukai jenis musik ini. Margareth pun tak sungkan meminta kepada ibunya agar dibelikan rekaman musik Arab di sebuah toko milik imigran Suriah. Sampai akhirnya, dia mendengar tilawah Alquran dari sebuah masjid yang berada tak jauh dari tempat tinggalnya di kota New York.

Margareth merasa ada kemiripan bahasa antara musik Arab dan Alquran tadi. Akan tetapi, yang didengarnya di masjid, jauh lebih merdu. Sehingga, demi untuk menikmati keindahan lantunan ayat-ayar Alquran itu, Margaret kecil rela menghabiskan waktu untuk duduk di depan masjid .

Ketika beranjak dewasa, barulah Margareth mengetahui bahwa pelantun irama yang merdu dan telah membuainya semenjak kecil, adalah pemeluk agama Islam. Sedikit demi sedikit dia lantas berusaha mencari informasi tentang Islam, tanpa pretensi apapun terhadap agama ini.

Persinggungan yang semakin intens dengan Islam baru terjadi saat menempuh pendidikan di New York University. Usianya 18 tahun kala itu. Pada tahun keduanya, Margareth mengikuti mata kuliah Judaism in Islam karena ingin mempelajari Islam secara formal.

Setiap perkuliahan, sang dosen kerap menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang diadopsi dari agama Yahudi. Segala yang baik dalam Islam pada dasarnya berasal dari kitab Perjanjian Lama, Talmud dan Midrash. Tak jarang pula diputar film-film tentang propaganda Yahudi. Intinya, yang dipaparkan di ruang kuliah sering kali menunjukkan inferioritas Islam dan umat Muslim.

Akan tetapi, Margareth tidak begitu saja termakan indoktrinasi ini. Dia merasa ada yang aneh dengan segala penjelasan tadi karena terkesan menyudutkan. Dirinya merasa tertantang untuk membuktikan bahwa segala yang diterimanya di perkuliahan ini lebih bernuansa kebencian kepada Islam.

Margareth menyediakan waktu, pikiran dan tenaga yang cukup panjang untuk mempelajari Islam secara mendalam, sekaligus membandingkannya dengan ajaran Yahudi. Apa yang terjadi? Dia justru banyak melihat kekeliruan dalam agama Yahudi, sebaliknya menemukan kebenaran pada Islam.

Hasil penelaahannnya dicurahkan dalam suratnya kepada Abul A'la al-Mawdudi, seorang ulama besar Pakistan. Di situ sia menulis, “Pada kitab Perjanjian Lama memang terdapat konsep-konsep universal tentang Tuhan dan moral luhur seperti diajarkan para nabi, namun agama Yahudi selalu mempertahankan karakter kesukuan dan kebangsaan. Sebagian besar pemimpin Yahudi memandang Tuhan sebagai agen real estate yang membagi-bagikan lahan untuk keuntungan sendiri. Maka, walau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Israel sangat pesat, namun kemajuan material yang dikombinasikan dengan moralitas kesukuan ini adalah suatu ancaman bagi perdamaian dunia."

Kecintaan Margareth kepada Islam tak terbendung lagi. Dirinya semakin mantap untuk memilih Islam sebagai jalan hidup. Akhirnya ketika berusia 19 tahun, Margareth resmi memeluk Islam, tepatnya pada tahun 1961. Dia mengganti namanya menjadi Maryam Jameela.

Seperti tertera dalam buku Islam and Orientalism, sebenarnya keinginan menjadi mualaf sudah sejak jauh-jauh hari, akan tetapi selalu dihalangi keluarganya. Mereka menakut-nakutinya dengan mengatakan bahwa umat Islam tidak akan bersedia menerimanya karena berasal dari keturunan Yahudi.

Namun, Margareth tidak gentar, dan dia mampu membuktikan bahwa apa yang dikatakan keluarganya tidaklah benar. Umat Muslim justru menyambutnya dengan hangat. Keputusan beralih menjadi Muslimah, diakuinya kemudian, juga turut dipengaruhi oleh kekagumannya pada dua karya terkenal dari Mohammad Assad, yakni The Road to Mecca dan Islam at Crossroad .

Setelah berislam, dia mengalami semacam transformasi pola pikir yang dia istilahkan sebagai ‘transformation from a kafir mind into a Muslim mind’ (transfomasi dari pikiran kafir ke pikiran Muslim). Menurut Maryam, perubahan pola pikir yang memengaruhi perilaku dan tutur kata dalam kehidupan sehari-hari, akan terjadi bila seseorang memasuki ruang keislaman. Ada perbedaan mendasar antara pemikiran dari seorang Muslim dan kafir.

Tak lama setelah itu, Maryam memulai kegiatan penuangan ide, gagasan dan pemikirannya sebagai penulis tetap pada majalah Muslim Digest terbitan Durban, Afrika Selatan. Artikel-artikelnya kerap menekankan inti ajaran tentang akhlak, takwa dan iman, serta kebenaran dalam agama Allah SWT. Dan melalui aktivitas di jurnal itu, dia semakin akrab dengan Mawlana Sayid Abu Ala Mawdudi, pendiri Jamaati Islami (Partai Islam) Pakistan, yang juga kontributor di jurnal yang sama.

Maryam sangat terkesan dengan karya dan pemikiran-pemikiran Mawdudi, sehingga memutuskan untuk berkorespondensi. Surat-menyurat antara keduanya dilakukan pada kurun waktu 1960 dan 1962, dan kemudian dibukukan dengan judul  Correspondences Between Mawlana Mawdoodi and Maryam Jameela . Keduanya saling berdiskusi tentang banyak hal terkait kehidupan umat Muslim, hubungan Islam dan Barat, serta masih banyak lagi.

Sebenarnya, beberapa saat sebelum memeluk Islam, Maryam Jameela sudah aktif menulis sejumlah artikel yang intinya membela Islam. Dia juga gencar mengkritik berbagai paham modern yang seolah hendak dipaksakan untuk diterapkan kepada masyarakat Islam.

Atas undangan Mawdudi, di tahun 1962, Maryam datang ke Pakistan. Tak sekadar berkunjung, dia bahkan disarankan untuk menetap di Lahore agar bisa lebih fokus pada aktivitas intelektualnya. Beberapa waktu kemudian, dia menikah dengan Muhammad Yusuf Khan.

Sejak menetap di Pakistan, Maryam menghasilkan sejumlah karya yang berpengaruh, termasuk dalam menerjemahkan ideologi Jamaati Islami dengan bahasa yang sistematis sehingga diterima secara luas. Meski tidak secara formal terlibat dalam partai itu, Maryam adalah salah satu pembela paling gigih terhadap paham dan ideologi Jamaati Islami. Hingga kini, Maryam masih tinggal di Pakistan dan terus berkarya.






Ali Selman Benoist (Perancis)

Doktor ilmu kesehatan




Saya adalah seorang Doktor dalam ilmu kesehatan, berasal dari keluarga Perancis Katolik. Pekerjaan yang saya pilih ini telah menyebabkan saya terpengaruh oleh corak kebudayaan ilmiah yang tidak banyak memberikan kesempatan dalam bidang kerohanian. Ini tidak berarti bahwa saya tidak percaya atas adanya Tuhan. Yang saya maksud ialah karena dogma-dogma dan peribadatan Kristen, khususnya Katolik, tidak membangkitkan pengertian dalam jiwa saya atas adanya Tuhan. Karena itulah maka naluri saya atas Esanya Tuhan Allah telah menjadi penghalang antara diri saya dan kepercayaan Trinitas, dan dengan sendirinya juga atas ketuhanan Yesus Kristus.

Sebelum saya memeluk agama Islam, saya telah percaya atas kebenaran kalimat syahadat pertama yang berbunyi ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH dan ayat-ayat Al-Qur�an Surat Al-Ikhlas yang berbunyi:
Katakanlah: Dia itu Allah adalah Satu (Esa); Allah adalah Pelindung. Dia tidak melahirkan anak dan tidak pula dilahirkan sebagai anak, dan tidak ada sesuatu yang menyerupai Dia. -- Al-Ikhlash 1-4.
Dengan demikian, maka saya menganggap bahwa percaya kepada alam gaib dan segala yang ada di belakang kebendaan (metafisika) itulah yang menyebabkan saya memeluk agama Islam, disamping lain-lain sebab yang membuat saya berbuat demikian. Saya tidak bisa menerima pengakuan para pendeta Katolik yang mengatakan bahwa salah satu kekuasaan mereka ialah "mengampuni dosa manusia" sebagai wakil Tuhan. Dan saya secara mutlak tidak percaya atas dogma Katolik tentang "makan malam ketuhanan"� (rite of communion) dan "roti suci" yang melambangkan jasad Yesus. Dogma ini menyerupai kepercayaan rakyat-rakyat pada abad primitif yang membuat lambang-lambang suci yang tidak boleh didekati orang. Kemudian bilamana badan lambang ini sudah mati, jiwanya mereka jadikan sebagai sumber ilham, dan jiwanya itu masuk ke dalam lingkungan mereka.
Soal yang lain lagi yang menyebabkan saya jauh dari agama Kristen, ialah ajaran-aiarannya yang sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kebersihan badan, terutama sebelum melakukan sembahyang, sehingga saya anggap hal itu merupakan pelanggaran atas kehormatan Tuhan, karena sebagaimana Dia telah membuatkan jiwa buat kita, Dia juga telah membuatkan badan kita Dan adalah suatu kewajiban kita untuk tidak mensia-siakan badan kita.

Saya juga menilai bahwa agama Kristen itu bersikap pasif mengenai logika kehidupan jasmani kemanusiaan, sedangkan Islam adalah satu-satunya agama yang memperhatikan alam kemanusiaan.

Adapun titik berat dan sebab pokok saya memeluk agama Islam ialah Al-Qur�an. Sebelum saya memeluk Islam, saya telah mempelajarinya dengan semangat kritik intelektual Barat, dan saya banyak terpengaruh oleh sebuah buku besar karangan Tuan Malik Bennabi yang bernama Addzahiratul-Qur�aniyah (atau Le Phenomene 
Coranique), sehingga yakinlah saya bahwa Al-Qur�an itu adalah wahyu yang diturunkan Allah. Sebahagian dari ayat-ayat Al-Qur�an yang diwahyukan lebih dari 13 abad yang lalu mengandung beberapa teori yang sekarang diketemukan oleh pembahasan ilmiah yang paling modern. Hal itu sudah cukup nienyebabkan saya menjadi yakin dan percaya (Iman) kepada Syahadat bagian kedua: MUHAMMADUR�RASULULLAH.

Begitulah, maka pada tanggal 30 Pebruari 1953, saya datang ke Mesjid di Paris untuk memberitahukan keimanan saya kepada Islam, dan Mufti Masjid Paris memasukkan saya dalam daftar kaum Muslimin, dan saya menerima nama baru sebagai orang Islam : Ali Selman.

Saya merasa sangat puas dengan kepercayaan/akidah saya yang baru dan sekali lagi saya kumandangkan: ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN RASULULLAH!
Salah satu sabda Rasulullah s.a.w.:
Berpikir satu jam lebih baik dari pada beribadah 60 tahun. -- Riwayat Abu Hurairah.
Pengetahuan itu milik orang Mukmin yang hilang, di mana saja dia menemukannya, dia lebih berhak , atasnya. -- Riwayat Turmudzi.




sabily